
Banjir masih menjadi momok bagi warga Kota Semarang. Meskipun pemerintah sudah membangun berbagai infrastruktur untuk mengatasi banjir yang dikerjakan hampir setiap tahun, tapi masih juga terjadi banjir.
Warga yang merasa waswas itu di antaranya mereka yang tinggal di Dinar Indah, Kelurahan Meteseh, Kota Semarang. Hampir tiap tahun warga di RT 06 RW 26 selalu dilanda banjir. Bahkan dari tahun ke tahun ketinggian banjir terus naik.
Ketua RT, Fajar mengungkapkan, dulu ketinggian banjir hanya setinggi mata kaki. Namun, pada 2021, air sudah masuk rumah atau setinggi pinggang.
Terakhir, pada awal 2023, luapan Kali Babon menerjang perumahan tersebut dengan ketinggian mencapai atap rumah. Dalam kejadian itu, satu warga tewas bernama Agus Purbantoro (50).
Banjir yang terus berulang melanda kawasan itu juga membuat warga trauma. Karena trauma, kini buah hati Fajar terpaksa tinggal bersama orang tuanya yang lokasinya tidak jauh dari Perumahan Dinar Indah. “Anak saya ketakutan. Sekarang di sana dulu sampai di sini benar-benar aman,” katanya.
Dampaknya, ada beberapa warga yang memilih pindah rumah. Namun, bagi sebagai warga yang tidak mampu membeli rumah lagi, mereka terpaksa tetap bertahan.
‘’Dulu jumlah warga di sini sebanyak 33 keluarga, kini tinggal 28 keluarga,’’ terangnya.
Dia menjelaskan, daerahnya rawan banjir karena berada di lokasi cekungan. Dengan demikian, jika hujan deras, air dari perumahan di atasnya otomatis mengalir ke bawah.
Apakah sudah ada penanganan dari pemerintah? Dia mengungkapkan, warga sudah pernah dilatih Badan Penanggulangan Bencana Daerah menghadapi banjir dan diberi perahu karet.
Warga juga berinisiatif memasang sirine. Jika mulai banjir, sirine dinyalakan sehingga warga bisa bergegas untuk mengungsi.
Selain itu, kata dia, sudah ada pembangunan tanggul pasca banjir pada 2019. “Tapi, banjir kembali menerjang perumahan, saat Covid-19 pada 2021,’’ katanya.
Untuk itu, dia berharap pemerintah merelokasi warga ke tempat yang aman. Namun, karena relokasi itu tidak mudah lantaran pengembangnya sudah lari, maka dia mengusulkan ada penguatan tanggul di perumahan tersebut pada musim kemarau ini. Sebab, tanggul yang terbuat dari tumpukan karung berisi pasir itu kini mreteli (terkikis).
Selain banjir karena hujan, Kota Semarang juga rawan banjir rob. Hal itu kerap dialami warga Terboyo yang juga Ketua Kelompok Nelayan KUB Rizky Bahari, Agus Isnaini.
“Pada tahun baru 2021 terjadi banjir, tahun baru 2022 tidak banjir, dan tahun baru 2023 banjir lagi,’’ katanya.
Dia menjelaskan, untuk mengatasi banjir tersebut, pemerintah sudah membangun rumah pompa di Kali Sringin Baru dan membangun sheet pile di dekat rumah pompa itu sampai ke kawasan Industri pada 2018.
Pompanya tidak bisa mengatasi banjir, kata dia, maka beberapa bulan yang lalu dibangun pintu darurat. “Pintu air itu fungsinya hanya untuk menghalau air laut ke atas.’’
Memang warga terbantu dengan pembangunan rumah pompa itu karena air laut tidak melimpah ke kampung. Namun, jika di daerah atas curah hujannya tinggi, tetap banjir. Sebab, banyak sungai yang bermuara ke Kali Sringin.
“Tidak bisa mengatasi. Banjir awal tahun lalu setinggi lutut. Kawasan Terboyo dan Trimulyo banjir total,’’ katanya.
Untuk mengatasi banjir, kata dia, seharusnya saluran-saluran air itu dibenahi semua.
Adapun untuk mengatasi rob di kawasan Tambaklorok, Semarang Utara, hingga berita ini dirilis masih berlangsung pembangunan tanggul laut. Anggaran pembangunan tanggul itu sebesar Rp225 miliar.
Tanggul di tepi pantai itu dibangun untuk menghindari pasang tinggi sehingga tidak masuk ke pemukiman. Adapun tinggi tanggul direncanakan sekitar 3 meter.
Lima DAS Rawan Banjir

Menurut Eka Hadriana, anggota Koalisi Maleh Dadi Segoro (MDS), pemicu banjir di Kota Semarang tidak terkunci pada persoalan teknis seperti hujan terlalu lebat dan fungsi pompa yang kurang optimal.
Selain persoalan teknis seperti di atas, menurutnya, ada persoalan-persoalan nonteknis seperti berkurangnya area tutupan vegetasi dan bertambahnya area terbangun yang dipengaruhi keputusan-keputusan politik.
Dalam konteks banjir di Kota Semarang, kata dia, berkurangnya area tutupan vegetasi di hulu-hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) ditentukan oleh di antaranya izin-izin pembangunan, peraturan-peraturan tata ruang di Kota Semarang, dan pergerakan arus modal.
Misalnya, bagaimana kawasan industri terbangun atau bagaimana suatu dataran tinggi, seperti Kelurahan Sekaran, bisa menjadi kawasan permukiman padat penduduk, tentu tidak terlepas dari hal-hal nonteknis tersebut.
Dia menjelaskan, setidaknya ada lima DAS di Kota Semarang yang rawan banjir. Kelimanya adalah DAS Babon, DAS Garang, DAS Beringin, DAS Silandak, dan DAS Karanganyar.
DAS Silandak berada di tengah-utara Kota Semarang, melintasi Kelurahan Bambankerep dan Ngaliyan, Kelurahan Tawangmas, Tambakharjo, Tawangsari, Krobokan dan Karangayu.
Untuk mengatasi banjir di DAS ini dibangun rumah pompa dan pintu air di Kampung Tambakharjo.
Adapun DAS Babon memiliki panjang 17,2 km dengan hulu di lereng Gunung Ungaran dan bermuara di Laut Jawa. Aliran Sungai Babon melewati tiga kabupaten/kota, yakni Kabupaten Semarang dan Demak serta Kota Semarang.
Untuk sistem pengendalian banjir di kawasan hilir DAS Babon, kata Eka, dilakukan dengan menggunakan sistem polder dan dam lepas pantai. Selain itu, pemerintah membagun rumah-rumah pompa dilengkapi mesin-mesin pompa besar untuk menyedot air dari darat ke laut. Dibangun pula kolam retensi untuk menampung banjir sebelum dialirkan ke sungai.
Secara keseluruhan, sistem polder di kawasan pantai Kota Semarang akan dilakukan dengan membangun 12 polder, tujuh kolam retensi, sembilan stasiun pompa, dan dua bendung. ‘’Normalisasi dan pembuatan embung juga menjadi agenda pengendalian banjir,’’ terangnya.
Dalam buku Banjir Sudah Naik Seleher: Ekologi Politis Urbanisasi DAS-DAS di Semarang (2021) karya Bosman Batubara, Bagas Yusuf Kausan, Eka Handriana, Syukron Salam, dan Umi Ma’rufah, ada dua jilid pekerjaan konstruksi dalam proyek Pengendalian Banjir dan Rob Semarang-Demak.
Masing-masing jilid terdiri atas dua paket pekerjaan yang dibiayai Pemerintah Pusat melalui anggaran Kementerian Pekerjaan Umum.
Dua paket pertama jilid I dimulai pada 2016 dengan biaya sekitar Rp227 miliar. Dua paket pekerjaan jilid II selanjutnya pada 2021 dengan nilai proyek Rp206 miliar.
Paket pekerjaan I meliputi pekerjaan pembuatan kolam retensi Banjardowo dengan kapasitas 30 ribu m³, normalisasi serta perbaikan parapet Kali Sringin, dan pembangunan pintu muara dan polder Kali Sringin dengan tanggul dari Kali Tenggang ke Sringin.
Paket II jilid I meliputi pekerjaan pembangunan tanggul rob sepanjang 2,17 km dari kampus Universitas Islam Sultan Agung hingga ke Kawasan Industri Terboyo-Kali Sringin.
Untuk pekerjaan paket II berupa membangun kolam retensi di Kawasan Rusunawa Kaligawe dengan kapasitas tampung 66 ribu m³, pembangunan pintu muara dan Polder Kali Tenggang, serta perbaikan parapet Kali Tenggang.
Masing-masing polder dilengkapi rumah pompa yang dapat menyedot air untuk dibuang ke laut. Polder Kali Tenggang memiliki pompa berkapasitas 6×2.000 m³/detik. Adapun rumah pompa Sringin dilengkapi pompa dengan kapasitas 5×2.000 m³/detik.
Paket Pekerjaan Pengendalian Banjir dan Rob Semarang-Demak jilid II dimulai pada 2021. Proyek itu terdiri atas dua paket, lokasinya di wilayah Kabupaten Demak dan Kota Semarang. Pekerjaan ini meliputi pembangunan tanggul di Desa Sriwulan Demak dan pembangunan drainase tanggul Kali Babon dan Sungai Sayung.
Namun, paket pembangunan tanggul di Desa Sriwulan dibatalkan karena sudah ada proyek tol tanggul laut Semarang-Demak.
Sementara itu, DAS Karanganyar merupakan DAS terkecil di Kota Semarang dengan luas 1943,91 ha, mencakup wilayah Kecamatan Tugu dan Kecamatan Ngaliyan.
Untuk DAS Garang, hulunya di Kawasan Gunung Ungaran, Kabupaten Semarang, dan bermuara di pesisir utara Kota Semarang. DAS ini melintang di tiga kabupaten/kota, yakni Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, dan Kota Semarang.
Untuk mengatasi banjir dari DAS itu, pemerintah sudah melakukan berbagai upaya, di antaranya pelebaran sungai dengan mengeruk bantaran Kali Garang di Kelurahan Bendungan, Kecamatan Gajahmungkur, dan normalisasi sungai-sungai di pusat kota. Proyek ini didukung pembuatan pintu-pintu air di hilir DAS Garang. Selain itu, didukung dengan pembangunan Waduk Jatibarang dan normalisasi Banjir Kanal Barat.
Sedangkan DAS Beringin lokasinya berbatasan dengan DAS Plumbon di Kabupaten Kendal. DAS ini melintas Mijen (hulu), Ngaliyan, dan Tugu (hilir). DAS sungai ini berkali ulang banjir, terakhir pada 2022; enam mobil terseret banjir. Untuk mengatasi banjir itu, Balai Besar Wilayah Sungai Pemali-Juana sudah melakukan normalisasi sungai dengan anggaran Rp230 miliar.
Hasil penelusuran di LPSE Kota Semarang misalnya, diketahui sudah banyak proyek yang dikerjakan untuk penanganan banjir di Ibu Kota Jawa Tengah tersebut.
Proyek Pengendalian Banjir Semarang (2012-2023)
Proyek
Nilai Proyek (Rupiah)
Pemenang Tender
Tahun
Normalisasi sungai Detail Engineering Desain (DED) kawasan Sigar Bencah
15o juta
Mitratama Indokarya
2012
Normalisasi Kali Tenggang (pengadaan konstruksi kanal permukaan)
600 juta
CV. Bonindo Cipta Daya
2012
Pengadaan konstruksi kanal permukaan peningkatan saluran drainase Kali Tenggang (dari arteri sampai muara)
4,8 miliar
PT.Reka Esti Utama
2012
Pembangunan sub sistem Kali Banger (lanjutan)
2,4 miliar
CV. Widya Utama
2012
Pembangunan Rumah Pompa Trimulyo Kecamatan Genuk
4 miliar
PT. Sumber Alam Berkarya
2013
Pengadaan & pemasangan pompa & ME Pompa Trimulyo
2,5 miliar
CV. Budi Mulyo Tehnik
2013
Kajian daya tampung Sungai Babon
76 juta
Primasetia Eng Con
2013
Konsultan Supervisi Peningkatan Saluran Drainase Kali Tenggang (Jembatan Daendels, Jembatan LIK 2 & Jembatan Muktiharjo)
160 juta
CV. Catur Eka Karsa
2013
Konsultansi supervisi (pembangunan sistem Polder Kali Banger)
120 juta
PT. Annaba Persada
2013
Peningkatan saluran drainase Kali Tenggang (Jembatan LIK Kaligawe 2)
3,2 miliar
PT Duta Mas Indah
2013
Penambahan prasarana dan normalisasi inlet stasiun pompa
2,1 miliar
CV. Aditia Jaya Mukti
2013
Perbaikan pipa buang pompa Tawang
443 juta
Dwi Mitra Mandiri Manunggal
2013
Talud Sungai Sinar Asih 1 dan 2 Kedungmundu
250 juta
CV. Umega Artha Jaya
2013
Pembangunan sub sistem kali banger (lanjutan)
2,3 miliar
CV. Widya Utama
2013
Pengadaan Jasa Konstruksi Pelebaran Jembatan Sungai Beringin Kelurahan Wates
485 juta
Fikanova
2013
Peningkatan saluran dan kapasitas pompa Kartini
2,8 miliar
PT Gracia Enggal Sentosa
2014
Pengadaan dan pemasangan pompa kapasitas 1500 liter/detik
5,4 miliar
CV. Budi Mulyo Tehnik
2014
DED subsistem Sungai Bandarharjo
75 juta
CV. Studi Teknik
2014
Penyusunan dokumen evaluasi penanganan banjir dan rob
277,5 juta
PT. Bina Buana Raya
2014
Paket II normalisasi saluran Kali Tenggang (Jembatan LIK I)
3,6 miliar
Bima Agung
2014
Paket III normalisasi saluran Kali Tenggang (Jembatan Muktiharjo)
2,3 miliar
Putra Mas Indah Baroe
2014
Normalisasi saluran Sriwijaya Tegalsari
2,3 miliar
CV. Maula
2014
Paket I normalisasi saluran Kali Tenggang (Jembatan Daendels)
1,7 miliar
CV. Anantyo
2014
Konstruksi talud saluran Kali Tenggang seksi C
3,2 miliar
PT.Reka Esti Utama
2014
Pengadaan dan pemasangan pompa dan ME
19 miliar
CV. Budi Mulyo Tehnik
2015
Evaluasi dan review DED Sungai Tenggang
433 juta
PT.Adhistya Dharmastitya
2015
Pembangunan Rumah Pompa Banjardowo
4,3 miliar
PT Delta Median
2015
Jasa konsultan supervisi pembangunan tanggul penutup Kali Banger dan pembangunan Kolam Retensi Kemijen
710 juta
CV.Titis Engineering Consultant
2015
DED kolam retensi dan rumah pompa Kampung Bahari Tambaklorok
850 juta
PT. Saranabudi Prakarsaripta
2016
Pengadaan pompa mobile 3 unit
4.2 miliar
PT.Transformasi Sejahtera Indonesia
2016
Review DED sheet pile Kali Banger
450 juta
CV. Mitra Muda Rekayasa
2016
Review DED Kolam Retensi Kali Banger dan dam penutup Kali Banger
370 juta
CV. Mitra Muda Rekayasa
2016
Pengadaan pompa mobile
6 miliar
PT Bimasakti Unitama
2017
Review design kolam retensi dan dam penutup Kali Banger
200 juta
CV. Mitra Muda Rekayasa
2017
Peningkatan sub sistem Kali Tenggang
5,9 miliar
CV. Duta Karya
2017
Supervisi peningkatan talud Kali Banger
157 juta
CV.Jati Utama
2018
Penataan talud saluran Kali Semarang
4,8 miliar
CV. Widiagung Bangun
2019
Penanganan banjir di Sungai Penggaron sepanjang 5 km
2,7 miliar
–
2020-2021
Penanganan banjir Sungai Beringin sepanjang 5,03 km
232 miliar
–
2020-2022
Pengendalian banjir dan rob Kawasan Tambaklorok tahap II
225,1 miliar
–
2020-2024
Pengendalian banjir dan rob Semarang Paket I di Sungai Babon dan Sungai Sayung, Kota Semarang-Kabupaten Demak
131,2 miliar
–
2021-2022
Pengendalian banjir dan rob Semarang Paket II untuk mengurangi dampak rob di Kawasan Industri Terboyo
207 miliar
–
2021-2022
Normalisasi saluran kawasan Simpanglima (lanjutan)
1 miliar
CV. Borobudur Timur
2021
Normalisasi saluran kawasan Kedungmundu Raya
4,9 miliar
Dwi Insan Berkah Mandir
2021
Rehabilitasi Rumah Pompa Lanal
2,8 miliar
Purisidi
2023
Perbaikan dan pembangunan prasarana dan sarana air baku Embung Plumbon Kota Semarang di Kelurahan Wonosari
2,7 miliar
–
2023
‘Tak Selesaikan Akar Masalah’
Namun, berbagai penanganan banjir dengan menggunakan pendekatan infrastruktur ini dinilai tidak efektif jika tidak dibarengi penanganan faktor penyebab banjir.
“Jadi kalau kita mau menyelesaikan masalah banjir, apa cukup dengan tanggul? Harusnya tidak cukup dengan tanggul. Kalau dengan tanggul itu, siapa yang diuntungkan?” kata Mila Karmila, akademisi lingkungan dan tata kota dari Universitas Islam Sultan Agung, dalam bedah buku “Urip Dioyak-oyak Banyu: Perjumpaan Abrasi dan Infrastruktur di Sayung”, 5 Agustus 2023.
Menurutnya, pendekatan infrastruktur bukan satu-satunya untuk mengatasi banjir. Namun, pendekatan itu dipilih karena lebih mudah dilihat.
‘’Infrastruktur itu kalau ada masalah, mudah tertangani karena tidak terkait dengan cuaca. Selain itu alat ukurnya jelas dan lebih mudah,’’ ungkapnya.
Dan selama ini pemerintah selalu menjadikan infrastruktur sebagai solusi karena terkait dengan serapan anggaran, dibandingkan dengan capacity building.
‘’Kasus yang terakhir, banjir yang paling parah di Dinar. Hal itu, kan, sudah dirasakan warga sejak 10 tahun lalu. Tapi, antisipasinya tidak ada yang sangat pas, misalnya tidak boleh ada pembangunan di daerah sempadan sungai. Pembangunan itu, kan, menyalahi aturan, namun tidak ada tindakan dengan memberhentikan pembangunan di daerah itu,’’ katanya.
Dia menilai penanganan banjir di Semarang itu parsial. Dalam artian, kalau di daerah atas tidak dibenahi, misalnya ada pelarangan pembangunan di daerah atas, daerah tangkapan air, tapi di bawah dibangun tanggul, tetap saja tidak menyelesaikan masalah.
‘’Di bawah sudah banyak pembangunan, seperti tanggul, sistem polder diperbaiki, dan lain-lain. Tapi, kalau daerah atas tidak dibenahi, jadi susah.’’
“Solusi jitunya mungkin tidak ada. Hanya, kalau hanya mengandalkan infrastruktur ya rasanya juga belum pas. Mesti ada solusi lebih terkait dengan lingkungan, selain kebijakan tata ruang yang harus diterapkan dengan benar. Walaupun itu memang sudah mulai,’’ jelasnya
Pendapat senada diungkapkan Cornel Gea, pengacara publik LBH Semarang, yang menilai pemerintah tidak pernah menyelesaikan akar persoalan banjir. Di sisi lain, ruang hidup di Kota Semarang diatur dengan kepentingan bisnis.
Hal itu terlihat dari alih fungsi lahan di kawasan Bukit Semarang Baru (BSB) di Kecamatan Mijen, pembangunan di daerah atas, ekspansi industri, kawasan industri, dan reklamasi.
’’Jadi, kalau dibilang belum dikasih tahu, sebenarnya sudah dikasih tahu di mana akar persoalannya. Namun, pemerintah dari tahun ke tahun tidak pernah menganggap catatan penyebab banjir itu sebagai acuan untuk penanganan banjir,’’ kata Cornel.
Dia menilai pemerintah lebih memilih menyelesaikan banjir dengan pendekatan pembangunan infrastruktur karena bisa menyerap anggaran besar.
“Misalkan, sampai hari ini, belum jelas sebenarnya pengambilan air secara besar-besaran oleh pabrik itu bagaimana? Alih fungsi lahan untuk pembangunan perumahan itu, mereka tertib enggak? Apa mereka membuat area resapan?’’
“Lalu alih fungsi lahan yang sembarangan, termasuk pembangunan properti di kawasan sempadan sungai.”
Dia menilai pemerintah “senang-senang” saja bila menerima banyak pembangunan, menerima banyak investasi, menerima banyak pembangunan properti dan lainnya. “Seakan-akan Semarang ini jadi pasar bebas untuk investor properti, industri. Tanpa ada penegakan aturan yang jelas dan pengawasan yang jelas.”
Cornel juga menyoroti pembangunan tanggul laut. Dia menilai tanggul itu bisa membuat masalah banjir makin parah. Kenapa? Karena beberapa jalur sungai dari Semarang ke laut
‘Daerah Hulu Belum Ditangani’
Sub Koordinator Operasi Pemeliharaan Drainase DPU Kota Semarang, Hisyam Ashari, mengungkapkan jumlah sungai di Kota Semarang ada 46 sungai.
Dari jumlah itu, dulu yang rawan banjir adalah Kali Beringin. Sekarang sungai tersebut sudah dilebarkan. “Dengan demikian,” katanya, “ke depan sudah tidak rawan lagi.”
Begitu juga Kali Babon. Daerah hilir sudah dilebarkan sehingga daerah Trimulyo dan sekitarnya menurutnya aman. Kini tinggal di daerah Meteseh dan sekitarnya masih rawan jika daerah hulu hujan deras.
“Kalau intensitas hujan ekstrim, memang agak kewalahan. Sepanjang curah hujan normal, Insyaallah teratasi,’’ katanya.
Apa saja yang dilakukan selama lima tahun ini untuk mengatasi banjir? Ia mengatakan, ada beberapa pembangunan, di antaranya rumah pompa dan normalisasi.
Rumah pompa itu di antaranya Rumah Pompa Kali Tenggang, Rumah Pompa Kali Seringin, Rumah Pompa Hasanudin, dan Rumah Pompa Madukoro.
Untuk normalisasi sungai di antaranya Kali Banjir Kanal Timur, Kali Tenggang, Kali Beringin, dan Kali Babon.
“Sebenarnya cukup lumayan pembangunan di pusat-pusat pengendali banjir di Kota Semarang,’’ ia menilai.
Sementara untuk mengatasi banjir rob, sejak awal tahun 2023 dibangun tanggul laut di wilayah Tambaklorok. “Insyaallah, kalau pembangunan itu selesai, Tambaklorok yang paling terdampak rob bisa teratasi.’’
Pengelolaan 46 Sungai di Kota Semarang
Jumlah Sungai
Wewenang
Total Panjang
25 sungai
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
64.163
16 sungai
Dinas Pekerjaan Umum Semarang
62.275 meter
5 sungai
Balai Besar Wilayah Sungai Pemali-Juana
13.447 meter
Tapi kenapa masih terjadi banjir setiap tahun? Ia berkata banyak permasalahannya.
Selain drainase, ada persoalan sampah, katanya. “Sehingga pola-pola kehidupan masyarakat berpengaruh sekali terhadap banjir di suatu wilayah. Tapi, sudah berkurang. Untuk menghilangkan banjir itu tidak mungkin, tapi paling tidak dari tahun ke tahun sudah berkurang.’’
Dalam mengatasi banjir, kata dia, tidak hanya dengan pendekatan pembangunan infrastruktur, melainkan juga melakukan edukasi ke kelurahan dan sekolah agar tidak membuang sampah sembarangan.
“Sebab infrastruktur tanpa dibarengi perilaku bersih sungai, tidak akan banyak berpengaruh. Pemanfaatan air bawah tanah seharusnya dikurangi juga untuk mengurangi laju penurunan tanah,” katanya.
Penutupan sungai dengan pompanisasi apa benar-benar bisa menyelesaikan banjir? Dia berkata, “Asalkan pompa hidup semua, atau sesuai standar operasional prosedur, saya kira masih mampu, kecuali ada kerusakan.”
Terkait perumahan Dinar Indah, dia mengatakan, posisi daerah itu berada di bawah elevasi air sungai. Meski demikian, dengan pelebaran hilir Sungai Babon di Trimulyo, paling tidak bisa mengurangi banjir.
‘’Untuk di wilayah atas, masih dikonsep oleh Balai Besar Wilayah Sungai. Sebab, cukup unik, alur sungainya hampir datar,’’ katanya.
“Untuk daerah hulu belum ditangani. Untuk daerah hulu yang harus diperhatikan adalah tata guna lahan,’’ pungkasnya (AM)